Betuah Laundry, usaha binatu ramah lingkungan dikelola kelompok nelayan Barter Jaya binaan PT Kilang Pertamina Dumai di Kelurahan Tanjung Palas. Program ini menjadi bagian dari Desa Energi Berdikari Pertamina.(foto: Irmen Sani)
Di sebuah jalan kecil di Kelurahan Tanjung Palas, sekitar 300 meter dari tembok kilang minyak Putri Tujuh Dumai, berdiri sebuah bangunan sederhana dengan papan nama bertuliskan “Betuah Laundry”. Dari luar, aroma lembut sabun alami menguar, menyambut siapa pun yang melintas. Tempat itu tampak bersih, wangi dan tertata rapi. Siapa sangka, di balik usaha laundry ini, ada kisah inspiratif tentang perubahan hidup para nelayan ngokang.
Laporan: IRMEN SANI, Dumai
Cahaya matahari baru saja menyingkap tirai malam tatkala Risman (40) bergegas keluar dari rumahnya di Kelurahan Tanjung Palas, Kecamatan Dumai Timur, Kota Dumai. Bagi Risman, pagi adalah waktu paling sibuk. Sebelum matahari meninggi, ia harus sudah melaju dengan pompong menuju lautan, mencari kapal yang lego jangkar di perairan Dumai.
Dalam perahu kayu bermesin tua itu, sudah tersusun botol air mineral, kopi instan dan beraneka macam buah-buahan. Barang-barang itu akan ia jajakan kepada para pelaut yang berhari-hari tidak menginjak daratan.
Di tengah lautan, pompongnya terlihat seperti titik kecil di samping kapal tanker raksasa yang sedang lego jangkar. Risman mendekat perlahan, melambaikan tangan, menawarkan dagangan. Awak kapal menurunkan ember berisi uang dengan seutas tali, lalu barang dinaikkan satu per satu. Semua berlangsung cepat namun penuh risiko. Sedikit saja salah olah, pompong bisa terbalik karena ombak besar datang tanpa diduga.
Meski begitu, Risman tak punya banyak pilihan. Hasil melaut tak menentu, bengkel las di rumah hanya sesekali mendapat pelanggan. Profesi ngokang- begitulah orang menyebut pekerjaannya- telah lama menjadi penopang hidup keluarganya.
Empat anak yang sedang tumbuh besar, biaya sekolah yang terus meningkat bahkan kebutuhan dapur sehari-hari, semuanya bertumpu pada keberaniannya membelah gelombang. Setiap kali pulang dengan wajah letih dan kulit legam terbakar matahari, Risman tak peduli, setidaknya hari itu dapur rumahnya kembali berasap.
“Ngokang ini ibarat berjudi dengan nasib. Kalau kapal mau beli, alhamdulilah. Kalau tidak, ya belum rezeki” ujarnya. “Ya mau bagaimana lagi, anak-anak tetap harus makan.” jelas Risman dengan nada agak meninggi seolah meluapkan keluh kesah yang lama terpendam.
Profesi ngokang telah ada sejak lama, diwariskan turun temurun oleh para nelayan pesisir. Barang-barang yang dijual terlihat sederhana, tetapi nilai keuntungannya bisa berlipat ganda. Buah kelapa yang di darat berharga Rp 10 ribu, di atas kapal bisa naik hingga dua kali lipat. Sebab, para pelaut tak punya pilihan lain. Kapal mereka tidak bisa sembarangan masuk pelabuhan, dan keluar membeli kebutuhan di darat bukan perkara mudah.
Namun, keuntungan itu datang bersama risiko. Ombak bisa datang tiba-tiba, menghantam pompong kecil yang ukurannya tak jauh berbeda dari perahu nelayan biasa. Sekali salah perhitungan, pompong bisa oleng bahkan karam akibat gelombang dari baling-baling kapal besar.
“Kalau salah sedikit saja, bisa tenggelam ,” ucap Risman dengan suara getir.
Setiap hari, para nelayan ngokang mengandalkan kabar dari sesama kawan atau nelayan lain. Begitu mendengar ada kapal lego jangkar di perairan tertentu, mereka segera bergegas, lalu berteriak menawarkan dagangan. Awak kapal akan menurunkan ember besar diikat tali, lalu uang diselipkan dan barang dinaikkan. Semua berlangsung cepat, singkat tanpa bon hanya berlandaskan kepercayaan. Tak jarang transaksi dilakukan dengan sistem barter, kadang mereka mendapat sepatu, makanan kaleng atau drum bekas sebagai ganti uang.
Meski telah lama menjadi bagian dari denyut nadi ekonomi pesisir, secara hukum, aktivitas ini berada di wilayah abu-abu. Tidak memiliki izin resmi. Namun bagi masyarakat pesisir, pekerjaan ini merupakan satu-satunya cara bertahan hidup. Mereka tidak memiliki
lahan untuk bertani sementara hasil melaut pun tidak selalu dapat diandalkan. “Kalau dilarang, apa lagi yang bisa kami kerjakan? Kami hanya jual buah-buahan dan sembako, bukan yang aneh-aneh,” ujar mereka.
Profesi ngokang adalah potret bagaimana masyarakat pesisir beradaptasi dengan lingkungan laut dan keberadaan kapal-kapal internasional. Di satu sisi, ia merupakan tradisi ekonomi lokal yang menolong banyak keluarga untuk bertahan hidup. Namun di sisi lain, keberadaannya sering kali berbenturan dengan aturan tentang perdagangan, kepabeanan dan keamanan laut.
Kini, seiring meningkatnya regulasi keamanan laut dan industrialisasi di kawasan pelabuhan, profesi ngokang kian terdesak. Banyak pihak mencoba mencarikan jalan keluar, salah satunya PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Dumai, yang menginisiasi program pemberdayaan untuk para nelayan seperti Risman.

Sentuhan Kecil Bermakna
Siang itu, di sebuah rumah di Kelurahan Tanjung Palas, suara kipas angin tua berputar pelan, berusaha mengusir panas yang melekat di udara. Risman duduk bersila di lantai, ditemani lima belas nelayan lainnya.Perbincangan mereka bukan lagi tentang kapal yang lego jangkar hari itu atau berapa harga buah-buahan di atas pompong. Topik mereka jauh berbeda, tentang rencana menggarap usaha baru.
Hari itu, mereka kedatangan tamu istimewa. Tim Community Development Officer (CDO) PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Dumai, yang dipimpin oleh Fajar Julian Santosa. Pertemuan ini bukan sekadar silaturahmi melainkan tindak lanjut dari permohonan Kelompok Nelayan Barter Jaya untuk membuka usaha ternak lele. Pertamina ingin melihat lebih jauh, apakah para nelayan ini benar-benar siap mengelola usaha mandiri.
Fajar datang bukan hanya membawa harapan, tetapi juga sebuah tantangan. “Mau usaha apa, Pak?” tanyanya kepada anggota kelompok satu per satu.
Jawaban pun beragam. Ada yang mengusulkan usaha kuliner, ada yang tertarik pada budidaya ikan, sementara Risman menyampaikan minatnya untuk membuat sabun. Semua ide dicatat dan dipertimbangkan secara serius. Setelah berdiskusi cukup panjang, mereka menimbang satu per satu peluang usaha. Ternak lele dinilai kurang potensial. Biaya pakan tinggi, kualitas air sulit dijaga dan risiko kematian ikan juga besar. Selain itu, biaya operasional yang membengkak menjadi kendala utama.
Dari hasil diskusi itu, akhirnya muncul satu kesepakatan untuk membuka usaha laundry atau binatu pencucian pakaian. Alasannya sederhana. Kota Dumai merupakan kawasan industri yang sibuk. Banyak pekerja dan keluarga tidak sempat mencuci pakaian sendiri. Modal tidak terlalu besar dan pengelolaannya mudah dipelajari.
Selain itu, usaha laundry bisa terus berjalan bahkan saat cuaca buruk melanda laut. Sebuah peluang baru untuk melepaskan ketergantungan dari pekerjaan ngokang yang penuh risiko.
Berangkat dari pertemuan itu, kelompok nelayan kemudian menerima bantuan perdana dari perusahaan yang dulu dikenal dengan logo kuda laut tersebut. Bantuan itu berupa peralatan mesin cuci, perlengkapan setrika serta uang tunai Rp1 juta untuk modal mengelola usaha.
Bagi Risman dan rekan-rekannya, bantuan itu terasa sangat berarti. Bukan semata soal materi, tapi simbol kepercayaan. “Nilainya mungkin kecil, tapi maknanya besar bagi kami. Ini bukti bahwa kami dipercaya untuk berubah,” ujar Risman ditemui di lokasi usaha mereka.
Bantuan tersebut sekaligus menjadi tolok ukur keseriusan para nelayan dalam mengelola usaha yang kemudian mereka beri nama “Betuah Laundry”.
Fajar Julian Santosa, selaku Tim CDO KPI Unit Dumai, menegaskan bahwa modal awal Rp1 juta bukan sekadar hadiah, melainkan bentuk komitmen, amanah dan tanggung jawab. “Kami ingin melihat sejauh mana kesungguhan kelompok ini. Jika modal ini bisa mereka kelola dengan baik, Pertamina siap memberikan dukungan lanjutan,” ujarnya.
Seorang pekerja Betuah Laundry tengah menyetrika pakaian kerja pelanggan. Usaha binaan Pertamina ini mengedepankan efisiensi energi dan ramah lingkungan.
Tidak seperti dibayangkan banyak orang, membangun bisnis laundry ternyata tidak semudah membalikkan tangan. Bagi Risman dan kawan-kawan, yang sebelumnya terbiasa hidup di laut, dunia baru ini justru menghadirkan “ombak” lain yang tak kalah besar. Sebelum nama Betuah Laundry dikenal warga Tanjung Palas, usaha kecil itu nyaris karam di awal perjalanan.
Pendapatan mereka saat itu hanya berkisar Rp 200 ribu per bulan. Bila dibagi rata kepada sepuluh anggota, masing-masing hanya membawa pulang sekitar Rp20 ribu. Jumlah yang bahkan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari. Beberapa mulai putus asa.
“Dua bulan pertama terasa paling berat,” kenang Risman sambil tersenyum getir.”Pelanggan datang tak menentu, lipatan dan setrikaan sering tak rapi, beberapa rekan akhirnya memilih kembali ke laut, tinggal kami sepuluh orang yang bertahan,”
Di tengah kebuntuan itu, hadir tangan penolong. PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Dumai melalui program Community Development, tak hanya memberi modal tetapi juga pendampingan intensif. Melalui pelatihan manajemen, pembukuan dan promosi digital, Risman dan rekan-rekannya belajar menjalankan bisnis secara profesional.
Pertamina memberikan pelatihan menyeluruh- bukan sekadar tentang cara mencuci atau membuat sabun, tetapi juga pembukuan keuangan, strategi pemasaran hingga pemanfaatan teknologi. Dari pelatihan itu, Risman baru memahami pentingnya mencatat setiap rupiah yang keluar dan masuk. Seluruh anggota kelompok pun belajar melipat dan menggosok pakaian seperti laundry profesional.
Bantuan dari KPI Unit Dumai itu meneguhkan tekad Risman dan kelompok nelayan untuk menekuni usaha laundry ini sebagai sandaran hidup. Keyakinan ini tumbuh karena Pertamina tidak sekedar memberi bantuan tapi juga menghadirkan pembinaan dan pendampingan berkelanjutan.
“Kami yakin dengan bantuan Pertamina melalui program kemitraan, karena mereka aktif memberi pelatihan dan pendampingan. Dari situ kami banyak belajar termasuk berinovasi dalam mengelola usaha laundry,”.
Sementara itu untuk pemasaran, kata Risman, Pertamina ikut aktif membantu kelompok nelayan. “Mereka memperkenalkan usaha kami secara luas kepada masyarakat melalui media sosial, bahkan mengenalkannya ke perumahan karyawan dan pekerja kilang minyak Dumai,” jelas Risman.
Risman mengakui pola kemitraan yang dijalani Pertamina itulah yang selama ini diinginkan oleh kelompok nelayan. “Awalnya kami benar-benar asal-asalan. Melipat pakaian dan menyetrika terasa sulit karena tidak terbiasa,” tuturnya. “Tapi setelah menjadi mitra binaan Pertamina, mereka mendatangkan narasumber dan tenaga ahli untuk mengajari kami cara mengelola laundry yang baik. Ternyata hasilnya jauh beda. Sentuhan Pertamina sangat berarti bagi kami,” pungkas Risman.
Binatu Ramah Lingkungan
Di sebuah jalan kecil tidak jauh dari persimpangan Gang Tanjung Sari, Kelurahan Tanjung Palas, sekitar tiga ratus meter dari tembok kilang minyak Putri Tujuh Dumai, berdiri sebuah bangunan sederhana berwarna putih dengan sentuhan hijau muda dan biru. Dari luar, tempat itu terlihat bersih dan asri. Namun bahkan sebelum melangkah ke dalam, aroma lembut sabun alami sudah lebih dulu menyapa.
Itulah Betuah Laundry, binatu ramah lingkungan yang kini menjadi kebanggaan nelayan ngokang, Kelompok Barter Jaya, Kelurahan Tanjung Palas. Dulu, bangunan ini hanyalah ruko kosong yang kusam. Kini, berkat kerja keras Risman dan kawan-kawannya serta dukungan dari Pertamina, tempat itu menjelma menjadi ruang yang bersih, sejuk dan tertata rapi.
Begitu memasuki ruangan, suasana nyaman langsung terasa. Lantai tampak mengilap, udara sejuk dan deretan mesin cuci berkapasitas delapan kilogram berdiri rapi di sisi kanan. Kain-kain yang telah dilipat dengan cermat tersusun di rak kotak-kotak, menunggu untuk dijemput pelanggan. Di meja kasir bagian depan tampak mesin hitung kalkulaor dan timbangan digital lengkap dengan stiker kecil bertuliskan “Bayar Bisa Tunai atau QRIS”.
Di bagian atas ruangan, kamera CCTV kecil berputar perlahan, menjaga keamanan usaha yang kini mereka banggakan, sesuatu yang dulu tak pernah terbayang ketika mereka masih melaut sebagai nelayan ngokang.
Namun bukan hanya kebersihan dan kerapian yang membuat Betuah Laundry istimewa. Di atap bangunan itu, panel surya berukuran sekitar 4 x 8 meter terbentang gagah, menangkap sinar matahari Dumai yang terik. Panel-panel tersebut terhubung ke inverter, combiner dan
baterai yang tersusun rapi di dalam kotak pelindung di ruang tengah. Setiap hari, sistem itu mampu menghasilkan daya hingga 6.000 watt, cukup untuk menyalakan seluruh peralatan laundry tanpa mengeluarkan sepeser pun biaya listrik.
Risman menjelaskan, seluruh fasilitas dan perangkat teknologi di Betuah Laundry merupakan bantuan CSR PT KPI Unit Dumai. “Semua yang ada di sini, mulai dari mesin cuci, setrika uap hingga perangkat teknologi yang terpasang, sepenuhnya merupakan bantuan
Pertamina. Kami, para nelayan ini, benar-benar memulai usaha dari nol,” jelas Risman.
Bantuan tersebut tidak hanya sebatas peralatan dasar, tetapi juga mencakup teknologi berkelanjutan yang kini menjadi tulang punggung efisiensi operasional. Salah satu inovasi andalan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 6.000 Watt.
“Sumber listrik utama kami berasal dari PLTS. Pertamina yang memasang seluruh perangkatnya, mulai dari inverter, combiner hingga baterai penyimpan daya. Karena itu, biaya listrik kami kini nol rupiah,” terang Risman.
Selain perangkat keras, bantuan CSR Pertamina juga mencakup aspek manajerial dan keamanan. Risman menyebut, Betuah Laundry kini sudah mengaplikasikan sistem pencatatan digital untuk mengelola data dan keuangan. Laporan keuangan dapat diakses siapa saja, kapan pun, melalui situs web yang tertera pada kode barcode di tempat itu.
Dengan bekal pelatihan dari Pertamina, Risman dan rekan-rekannya mulai menerapkan praktik green laundry, konsep binatu yang ramah lingkungan. Mereka belajar untuk menghemat air, menggunakan detergen alami dan mengolah limbah cucian agar tidak mencemari lingkungan.
Yang paling membanggakan, sabun cuci yang mereka gunakan merupakan hasil buatan mereka sendiri. Di sudut belakang ruko, terdapat area kecil yang digunakan untuk memproduksi sabun cair ramah lingkungan dari bahan alami. Sabun ini dibuat dari ekstrak rumput teki, rumput liar yang mudah ditemui di tepian jalan atau halaman rumah.
Produk ini mereka namai Cypclean, singkatan dari Cyperus Clean, merujuk pada nama latin rumput teki (Cyperus rotundus). Dengan takaran 20 mililiter untuk 5 liter air, sabun ini mampu membersihkan pakaian tanpa meninggalkan residu berbahaya. Cypclean minim bahan kimia, sedikit busa, mudah dibilas dan aman di kulit, menjadikannya pilihan ideal untuk mendukung konsep green laundry.
Tidak berhenti di situ, kelompok ini juga mengolah limbah cucian menjadi pupuk organik cair (POC). Air bekas cucian yang telah disaring, ditampung dalam politank besar dan dimanfaatkan kembali. Dengan pendampingan teknis dari tim CSR Pertamina, mereka membangun sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sederhana yang memisahkan air sisa cucian untuk diolah menjadi pupuk cair alami.
Dari inovasi itu lahirlah produk kedua mereka, BOSFER- pupuk organik cair yang dikemas dalam botol satu liter, berlabel hijau dan putih bergambar daun muda. Pupuk ini fungsinya untuk menyuburkan sayuran daun dan buah-buahan, sekaligus menjaga kesuburan tanah.
“Pupuk organik cair ini kami buat dari limbah cucian. Sudah layak pakai, hanya saja belum bisa kami jual karena belum memiliki izin dan rumah produksi,” terang Risman.
Meski belum dipasarkan secara resmi, hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa BOSFER, sudah memenuhi standar baku mutu pupuk organik cair. Kandungan nutrisinya kaya fosfat dan kalium, dua unsur penting bagi pertumbuhan tanaman.
“Sudah banyak yang coba untuk tanam sayuran. Hasilnya bagus, daun lebih hijau dan segar,” tambah Syahril, salah satu anggota kelompok sambil menunjukkan botol pupuk berwarna putih itu.
Untuk saat ini, Risman dan kelompoknya masih menggunakan BOSFER untuk kebutuhan pribadi, terutama bagi warga yang menanam sayur di pekarangan rumah. Namun mereka yakin, jika kelak memiliki rumah produksi dan izin edar, BOSFER akan menjadi produk unggulan berikutnya dari kelompok nelayan ini.
Perubahan Menuju Mandiri
Waktu melesat bagaikan anak panah yang lepas dari busurnya. Pada September 2025, Kelompok Barter Jaya resmi berubah status menjadi koperasi dengan anggota yang kini berjumlah 20 orang, termasuk para istri nelayan ngokang yang selama ini berjuang dibalik layar.
Dengan intensnya pembinaan dan pendampingan dari Pertamina, Risman mengaku tidak gamang lagi merengkuh masa depan demi mewujudkan impian. “Yang penting kerja keras, dan rajin berusaha maka uang akan datang,” pungkasnya optimis.
Keyakinannya Risman bahwa Betuah Laundry dapat dijadikan sandaran hidup kian menguat menyusul meningkatnya jumlah pelanggan dan order cucian. Usaha yang mereka bangun kini kian dikenal masyarakat lantaran menjadi pelopor laundry ramah lingkungan yang pertama di Kota Dumai.
Faktor lainnya yang membuat pria berkulit coklat ini tidak gamang menatap masa depan, karena Pertamina dinilainya sangat tanggap mencari solusi atau jalan keluar setiap kali kelompok menghadapi kendala di lapangan.
“Mereka cepat tanggap dengan apa yang kami butuhkan, bukan uang yang kami minta tapi ide, motivasi dan alat-alat,” terangnya.
Apa yang dikemukakan Risman ini tidak berlebihan. Dalam berbagai kesempatan, Pertamina mendatangkan motivator dan ahli profesional untuk memotivasi dan mengasah keterampilan para anggota kelompok.
“Mereka juga mendatangkan ‘orang-orang hebat’ -istilah Risman untuk insruktur dan fasilitator yang didatangkan Pertamina, red- untuk memotivasi dan melatih kita,” tukas Risman.
Ia menambahkan, setelah berhasil menggelar pelatihan pembuatan sabun berbahan alami dan pupuk organik, belum lama ini Pertamina kembali memberikan pelatihan mencuci sepatu profesional dengan menghadirkan Zyqro Milid Fomandes, pemilik salah satu jasa cuci sepatu ternama di Kota Dumai, sebagai fasilitator.
Melalui pelatihan ini, para anggota kelompok diharapkan tidak hanya menambah keterampilan baru, tetapi juga mampu memperluas layanan usaha laundry agar semakin berdaya saing dan berkelanjutan.
Tak terasa dua tahun telah berlalu, Betuah Laundry kini menjelma menjadi pusat aktivitas ekonomi baru bagi para nelayan ngokang. Setelah melewati masa-masa sulit—dari belajar melipat pakaian hingga memahami aplikasi keuangan digital, usaha mereka kini benar-benar
bertumbuh. Pelanggan semakin banyak, baik dari pekerja kilang maupun warga sekitar.
Pendapatan Betuah Laundry pun meningkat pesat, mencapai Rp8–9 juta per bulan, bahkan pada September 2025 menembus angka Rp10 juta. “Semua sudah kami catat secara digital, mulai dari pesanan hingga laporan keuangan harian,” ujar Risman sambil menunjukkan layar ponselnya.
Dari kesuksesan kecil itu, lahirlah Koperasi Jasa Barter Jaya Maju. Nama “Barter Jaya Maju” diambil dari kenangan masa lalu saat para nelayan ini bertahan hidup dengan sistem barter di tengah laut. “Koperasi ini akan segera kami launching, anggotanya dua puluh orang, termasuk istri-istri kami. Biar mereka juga bisa ikut berdaya” kata Risman dengan nada bangga.
Kini, Betuah Laundry tidak hanya dikenal karena ramah lingkungan, tetapi juga karena inovasinya yang terus berkembang. Energi surya digunakan untuk seluruh kebutuhan listrik, sementara sabun alami Cypclean—berbahan ekstrak rumput teki—menjadi produk unggulan yang siap menembus pasar domestik.
“Ke depan, kami ingin sabun Cypclean ini bisa dipasarkan ke hotel-hotel, usaha laundry lain, bahkan ke luar daerah. Biar orang tahu, sabun alami buatan nelayan pun bisa bersaing.” tutur Risman penuh semangat.
Betuah Laundry bukan lagi sekadar tempat mencuci pakaian. Ia telah menjelma menjadi simbol perubahan, tempat di mana inovasi, pemberdayaan masyarakat dan kepedulian terhadap lingkungan berpadu.
Sinergi Pertamina dan Masyarakat
Lurah Tanjung Palas, Untung Efendi, menyambut gembira program laundry ramah lingkungan yang diinisiasi oleh PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Dumai. Program yang melibatkan para nelayan lokal itu kini tumbuh dan berkembang pesat di tengah masyarakat. Menurutnya, program ini adalah contoh nyata keberhasilan sinergi antara KPI Dumai dan masyarakat.
“Kami di Kelurahan Tanjung Palas merasa bangga. Ini bukan sekadar mendirikan usaha laundry, tetapi juga tentang mengubah pola pikir dan memberikan alternatif mata pencaharian yang berkelanjutan bagi warga kami, khususnya para nelayan,” ujar Untung Efendi.
Lurah Untung menegaskan bahwa program ini menjadi solusi atas ketidakpastian pendapatan yang selama ini dihadapi para nelayan. Ia juga mengapresiasi keberanian para nelayan ini untuk keluar dari zona nyaman. “Awalnya tentu sulit karena mereka harus mempelajari hal yang benar-benar baru, dari melaut beralih mencuci dan melipat pakaian. Tapi dengan semangat pantang menyerah, mereka membuktikan bahwa usia dan latar belakang bukanlah penghalang untuk belajar dan menapaki dunia baru.” tuturnya.
Disisi lain, Untung juga mengapresiasi atas komitmen KPI Dumai dalam mewujudkan ekonomi hijau, sistem ekonomi yang berfokus pada pertumbuhan berkelanjutan yang tidak merusak lingkungan lewat pembinaan kelompok nelayan Tanjung Palas. Mereka tidak hanya diajak berwirausaha, tetapi juga diajarkan untuk menerapkan prinsip ramah lingkungan dalam setiap proses usaha.
Usaha laundry berbasis energi surya dan sabun alami buatan sendiri menjadi contoh nyata bagaimana ekonomi hijau dapat berjalan di level akar rumput. Dari yang semula hanya menggantungkan hidup di laut, kini mereka bertransformasi menjadi penggerak ekonomi hijau di darat, menerapkan konsep energi bersih, daur ulang limbah serta produksi berkelanjutan.
Sebelumnya, Kilang Pertamina Dumai bersama Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) telah membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) off-grid berkapasitas 2,2 kWp dan penyimpanan daya 5 kWh. Panel surya ini digunakan untuk mendukung kegiatan kelompok
hidroponik Sehati, yang turut memperkuat program Posyandu Sehati dalam peningkatan gizi masyarakat di Kelurahan Tanjung Palas.
“KPI Unit Dumai memiliki andil besar dalam keberhasilan program ini. Tidak hanya memberikan bantuan berupa fasilitas hidroponik dan laundry, perusahaan juga aktif memberikan pelatihan kepada anggota kelompok. PT KPI Unit Dumai juga ikut memantau perkembangan dan memberikan masukan agar program dapat berjalan optimal,” pungkasnya.
Layak Dicontoh
Dukungan Pertamina terhadap pemberdayaan masyarakat mendapat apresiasi dari berbagai kalangan. Ketua Ikatan Alumni Universitas Islam Riau (IKA UIR) Kota Dumai, Viencent Moerghasini Yusuf, menilai komitmen Pertamina dalam mengembangkan program binaan usaha laundry patut diacungi jempol.
Menurutnya, langkah nyata yang dilakukan Pertamina tidak hanya membantu menciptakan lapangan kerja baru, tetapi juga meningkatkan keterampilan masyarakat serta memperkuat ekonomi lokal.
“Saya sangat mengapresiasi program binaan usaha laundry ini. Pertamina telah menunjukkan kepedulian sosial yang nyata, bukan hanya sebatas CSR di atas kertas, tapi benar-benar berdampak bagi warga,” ujar Viencent tokoh pemuda milenial sekaligus Pendiri Komunitas Kreatif Tjitra Moerga ini.
Ia menegaskan, pendekatan kemitraan seperti yang dilakukan Pertamina di Dumai mampu menciptakan hubungan yang lebih harmonis antara masyarakat dan perusahaan. Dengan meningkatnya kesejahteraan warga sekitar, akan tumbuh rasa memiliki yang kuat terhadap keberadaan industri di lingkungan mereka.
“Jika warga sudah merasa memiliki, potensi gesekan sosial bisa diminimalkan. Intinya, mereka diberikan kail, bukan ikan. Jangan sampai bantuan hanya ramai diberitakan tapi tanpa pembinaan dan pendampingan yang berkelanjutan. Sayang sekali, karena kita tidak tahu apakah hasilnya benar-benar berhasil atau tidak,” tuturnya.
Sebelumnya, pemerhati pembangunan dan ekonomi Dumai, Arif Azmi SE, juga menilai pola kemitraan yang dijalankan Pertamina layak dijadikan contoh bagi perusahaan besar lainnya di Riau. Menurutnya, sinergi antara dunia usaha dan pemerintah daerah dalam pengelolaan
program kemitraan dapat memberikan dampak nyata terhadap pengentasan kemiskinan.
“Kalau semua perusahaan besar yang beroperasi di Riau serius menggarap program kemitraan dan CSR dengan pola seperti Pertamina, saya yakin kualitas hidup masyarakat akan meningkat signifikan,” ujarnya.
Kemitraan antara Kelompok Nelayan Barter Jaya dan Pertamina di Dumai menjadi bukti konkret bahwa program tanggung jawab sosial perusahaan dapat berjalan efektif bila disertai komitmen dan pendampingan berkelanjutan. Melalui Green Laundry, sabun Cypclean, hingga pupuk organik BOSFER, para nelayan kini tidak hanya berdaya secara ekonomi, tetapi juga menjadi pelaku perubahan menuju kehidupan yang lebih ramah lingkungan.
Program ini menjadi bukti nyata bahwa pengabdian dan kontribusi Pertamina kepada bangsa tidak berhenti pada retorika, tetapi diwujudkan melalui aksi nyata yang menggerakan ekonomi masyarakat dan menumbuhkan semangat kemandirian.***






